Protected by Tutorial Blogspot

Jumat, 31 Agustus 2012

NAPOLEON AND THE ART OF WAR on Scribd

Read More

historisisme bambang purwanto

Read More

Sabtu, 11 Februari 2012

An Nuur Budi Utama menjuarai kompetisi Wirausaha Muda Mandiri

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta An Nuur Budi Utama menjuarai kompetisi Wirausaha Muda Mandiri 2011 tingkat nasional berkat usaha jasa penerbitan dan percetakan yang didirikannya.

"Usaha yang digawangi oleh mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UGM itu berhasil menjadi juara pada kategori perdagangan dan jasa untuk kelompok mahasiswa," kata Ketua Bidang Kompetisi Center of Enterpreneur Development (CED) UGM Ibnu Wahid FA di Yogyakarta.

Menurut dia, An Nuur merupakan salah satu mahasiswa binaan CED UGM yang berhasil lolos dan menjadi jawara dalam kompetisi Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2011. CED UGM merupakan lembaga yang didirikan UGM untuk membina mahasiswanya dalam berwirausaha.

"Pada WMM 2011 tercatat sebanyak 3.741 pendaftar dari seluruh Indonesia yang mengikuti kompetisi yang terbagi dalam empat kategori untuk kelompok mahasiswa dan empat kategori kelompok alumni dan pascasarjana," katanya.

An Nuur mengatakan, ide bisnis yang ditekuninya saat ini berawal saat perekonomian keluarganya dalam situasi kebangkrutan. Kala itu orang tuanya gagal dalam pemilihan calon legislatif.
"Kondisi tersebut akhirnya mendorong saya untuk bisa hidup mandiri dan mulai membuka usaha jasa penerbitan dan percetakan," katanya.
Menurut dia, pada November 2009 dirinya memulai usaha jasa foto kopi dan percetakan. Dengan bermodal Rp 16,75 juta untuk membeli mesin percetakan dirinya membuka usahanya.
"Pada awal Januari 2010 saya mengembangkan bisnis dengan membuka usaha penerbitan dan percetakan buku pendidikan yang beroperasi dengan nama Dee Publishing," katanya.
Ia mengatakan, usaha yang dijalankan itu fokus mencetak dan menerbitkan buku-buku pendidikan seperti buku ajar, jurnal, dan buku panduan. Selain bahan kuliah, dirinya juga menerbitkan buku pendidikan untuk pelajar SMP dan SMA.
"Hingga saat ini percetakan itu telah menerbitkan sebanyak 142 judul buku. Beberapa buku yang telah diterbitkan adalah buku bahan kuliah ilmu teknik, peternakan, pertanian, sosial, kebidanan, dan kedokteran," katanya.

Menurut dia, buku-buku tersebut telah digunakan di sejumlah universitas antara lain UGM, Universitas Padjajaran, Universitas Pasundan, UPN Veteran Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia, Universitas Diponegoro, Akademi Kebidanan Muhammadiyah Cirebon, dan sejumlah sekolah di Salatiga dan Madiun.
"Usaha yang saya jalankan memang berbeda dengan penerbitan dan percetakan pada umumnya. Dee Publishing tidak memberikan batasan minimal cetak dalam setiap penawarannya," katanya.
Ia mengatakan, Dee Publishing mencetak buku berdasarkan pesanan. Buku-buku yang dicetak semuanya pasti terjual karena memang berdasarkan pesanan.

Dalam pemberian royalti, dirinya memberikan perlakuan yang berbeda. Dirinya memberikan royalti sebesar 25 persen, sedangkan penerbit pada umumnya hanya memberikan royalti sebesar 10 persen.
Selain itu, dalam menjalankan usaha, dirinya juga memfasilitasi para penulis buku dalam proses penulisan dengan memberikan panduan cara penulisan yang baik dan benar.
"Kini saya mempekerjakan tiga karyawan tetap dan tiga part timer atau paruh waktu. Omzet pada 2011 mencapai Rp 248 juta," katanya.
Read More

Jadi bidan Untuk Masyarakat

Tak ada mimpi dan harapan yang tak mungkin diwujudkan. Kata-kata ini sepertinya tepat untuk menggambarkan perjalanan Ni Made Sadgunasih dalam mewujudkan impiannya menjadi seorang bidan. Made adalah mahasiswi akademi kebidanan. Kerja keras dan keyakinan akhirnya bisa mengantarkan perempuan berusia 26 tahun ini untuk menempuh pendidikan tinggi. Di tengah keterbatasan perekonomian keluarga, apa yang dicapai Made merupakan sebuah hal yang patut dibanggakan.

Made, saat ditemui beberapa hari lalu, menceritakan kisahnya di tengah sukacita menerima beasiswa 1.000 dollar AS dari DKT Indonesia. Ia mengungkapkan, sejak kecil, menjadi bidan adalah cita-citanya. Setelah menamatkan SMA, mimpinya itu seakan sirna karena ia tidak bisa melanjutkan pendidikannya di akademi kebidanan. Akhirnya, Made memutuskan untuk mencari pekerjaan. Berbagai jenis pekerjaan sudah ia lakoni, hingga terakhir ia bekerja sebagai pegawai di sebuah spa di Denpasar, Bali.

Namun, mimpinya kembali muncul. Ia tak menyerah. Sedikit demi sedikit, penghasilan yang diperoleh dikumpulkannya. Hingga akhirnya Made berhasil mencecap bangku kuliah dan mendapatkan beasiswa yang bisa meringankan bebannya membiayai kuliah. Sebagian beasiswa akan dimanfaatkannya untuk membuat usaha kecil-kecilan agar bisa mendukung biaya kuliahnya hingga akhir studi.

Kini, dengan harapan baru itu, ia mencoba meraih kembali mimpinya di akademi kebidanan. Mimpi menjadi bidan kini mendekati kenyataan. Sebuah mimpi yang dilatarbelakangi langkanya tenaga kesehatan di kampung halamannya.

"Di tempat tinggal saya tidak ada bidan, yang membantu kelahiran di sana hanya paroji dan parojinya itu biasa membantu lahiran kambing. Mirisnya, pisau yang digunakan untuk lahiran kambing itu juga yang ia gunakan untuk memotong tali pusat manusia. Dan itu yang terjadi pula pada kelahirannya," kisah Made.

Setelah menamatkan pendidikannya, selain praktik di rumah sakit, Made juga punya harapan bisa memiliki klinik.

"Impian saya adalah ingin menjadi pemilik sebuah yayasan yang mempunyai beberapa rumah sakit bersalin untuk ibu dengan ekonomi bawah serta ingin mempunyai sebuah perusahaan spa dan akan membuat bagaimana spa itu murah sehingga juga bisa dinikmati orang kelas ekonomi bawah. Selain itu, dari kecil saya juga mempunyai mimpi membuat sekolah bakat gratis. Jadi, selain bisa bersekolah, ia juga bisa sekalian mengasah bakatnya," tutur Made.

Sumber kompas.com
Read More

Senin, 02 Januari 2012

Mencari Pasangan Hidup

Suatu hari, seorang guru dan seorang pemuda sedang duduk di bawah pohon di tengah lapangan rumput. Kemudian si pemuda bertanya ...

Guru ... saya ingin bertanya bagaimana cara menemukan pasangan hidup ? Bisakah membantu saya?

Guru diam sesaat kemudian menjawab ..." Itu pertanyaan yang gampang - gampang susah "

Pemuda itu di buat bingung oleh jawaban gurunya


" Begini ... coba kamu lihat ke depan, banyak sekali rumput disana ... coba kamu berjalan kesana
tapi jangan berjalan mundur, tetap berjalan lurus ke depan, ketika berjalan coba kamu temukan sehelai rumput yang paling indah kemudian berikan kepada saya .. tapi hanya sehelai rumput "


Pemuda itu berjalan menyusuri padang rumput yang luas. Dalam perjalanan itu dia menemukan sehelai rumput yang indah namun tidak di ambilnya .. karena dia berfikir akan menemukan yang lebih
indah ... dan tanpa pemuda itu sadari, ia telah sampai di akhir padang rumput. Pada akhirnya dia
mengambil sehelai rumput yang paling indah yang ada .. kemudian kembali ke Gurunya


Ini Guru" Saya tidak melihat ada yang spesial pada rumput yang ada di tanganmu "

Dalam perjalanan saya menyusuri padang rumput tadi, saya menemukan beberapa helai rumput yang
indah, namun saya berfikir saya akan menemukan yang lebih indah dalam perjalanan saya. Tetapi
tanpa saya sadari saya telah berada di akhir padang rumput dan kemudian saya mengambil sehelai
rumput yang paling indah yang ada di akhir padang rumput itu karena Guru melarang saya untuk kembali

Guru menjawab dengan tersenyum " Itulah yang terjadi di kehidupan nyata "

* Rumput andaikan orang - orang yang ada di sekitarmu
* Rumput yang indah bagaikan orang yang menarik perhatianmu
* Padang rumput bagaikan waktu

" Dalam mencari pasangan hidup, jangan selalu membandingkan dan berharap bahwa ada yang lebih baik. Karena dengan melakukan itu ... kamu telah membuang buang waktu ... dan ingat Waktu Tidak Pernah Kembali " Tuhan memberkati.!
Read More

Minggu, 08 Mei 2011

National Library Singapore



Knowledge has become the cornerstone of success in today's competitive environment.
Interior design for Singapore National Library is to promote development and prosperity of Singapore society and the economy of knowledge through easy access to shared information.
Singapore National Library is located at the 11,304 square meters between Bugis Junction and the Bras Complex in Victoria street
This building there are 16 floors and 2 blocks, this is the development of the old National Library at Stamford Road, which closed on March 31, 2004, the library moved the building on July 22, 2005



HISTORY

The National Library was founded upon the idea of Stamford Raffles, founder of modern Singapore. This library, renamed Hullett Memorial Library in 1923, adjacent to the first school in Singapore, Raffles Institution, and at the location now occupied by Raffles City complex. Then the library moved separately with House Museum in 1887 with the name of Raffles Library as part of the Raffles Museum, before moving to Stamford Road in 1960 the Library was renamed the National Library of Singapore.
As Singapore gained independence in 1965, and as the spread of the country's population to the suburbs, a library, in cooperation with city city planner, was present on the outskirts of town by building a branch library in the majority of new towns built by the Housing and Development Board. This library branches respectively regarded as the physical extension of the original library at Stamford Road, instead of different institutions in their own right, so that the term "National Library" can be said to apply to the original institution and all its affiliates.

Central Lending Library

Lending center in the building located at Basement One with an area 6407 square meters. This library has a collection of more than 200,000 books, and has the largest collection of fiction books on the island. Nearly half the collection is the title of fiction. Have the children and special rooms for events and functions in the library. The library also has a collection of 726 magazines, 74 newspapers and audio book CDs. Landing the Central Library has the largest number of foreign newspaper titles in his collection of newspapers. He also has books Chinese, Malay and Tamil.
It has two outdoor garden at the library that adds a sense of peace and greenery in the library. The composition of typical red brick old building is one characteristic of the two farms outside of it. Around 5,000 bricks from old buildings
Read More

Minggu, 06 Maret 2011

seandainya saya begitu..

Read More